![]() |
IBU (GURU) UNTUK ANAK-ANAK KITA Part 2 |
IBU (GURU) UNTUK ANAK-ANAK KITA
Oleh: Cokelat Panas
.
Cerita ini pernah diikutsetakan antalogi cerpen.
.
Ruang kelas yang berisi lebih dari sepuluh orang itu tengah fokus mendengarkan penjelasan dosen berkepala plontos dengan saksama, namun tak banyak juga dari mereka yang sibuk sendiri di balik meja seperti asyik bermain gadget, menatap layar laptop yang menyala, mengobrol atau pun tidur. Hanya anak-anak rajin yang duduk paling depan yang serius mendengarkan bahkan sampai mencatat sesuatu yang sekiranya penting.
“Baiklah, untuk tugas yang sudah saya jelaskan tadi harap dikumpulkan minggu depan! Selamat siang.” dosen berkepala plontos dengan setelan kemeja rapi itu keluar ruangan setelah membereskan buku-bukunya.
“Siang Pak!” seru para murid yang masih setia duduk di balik meja mereka. Satu persatu dari mereka mulai memasukkan alat tulisnya ke dalam tas dan langsung beranjak meninggalkan kelas, sama seperti perempuan berpakaian tertutup dengan rok dan baju panjangnya, juga tidak ketinggalan hijab abu-abunya, pengganti mahkota kepala yang selalu menutupi rambut hitam panjangnya.
Anindia Rizki namanya atau lebih sering dipanggil Nindia. Ia menyenggol lengan Wirda yang duduk di sampingnya. “Pulang enggak?” tanyanya ketika Wirda yang saat itu tengah asyik pada layar laptopnya.
“Eh? Sudah bubar? Papi sudah keluar?” dengan polosnya Wirda menatap sekeliling terutama meja dosen yang sudah kosong. Ia juga tak lupa menggunakan panggilan dosen yang baru saja mengajar di kelasnya dengan sebutan ‘Papi’ biasalah anak jaman sekarang suka begitu.
Nindia menghela napas berusaha bersabar. Ia sudah tak heran lagi dengan temannya satu ini yang lebih sering menghabiskan waktunya untuk stalking cowok ganteng di media sosial. “Aku duluan ya Da.” Nindia beranjak dari kursinya sambil menggendong tasnya ke pundak, namun buru-buru Wirda menahan pergerakannya dengan mencekal lengannya. Nindia menoleh menatap wajah innocent Wirda. “Apa?”
“Mau ke mana Nin? Aku bareng kalik ke depannya!” Wirda segera membereskan laptop beserta alat tulisnya dan ikut bangkit berdiri.
“Aku mau ke perpustakaan dulu,” terang Nindia.
Wirda mengangguk paham. “Ikut!” mereka berdua pun segera melangkahkan kaki menuju perpustakaan kampus yang tak jauh dari kelas.
Sesampainya mereka di dalam perpustakaan, Nindia segera mencari beberapa buku yang dibutuhkannya untuk mengajar di TK hari ini, sedangkan Wirda sudah mendaratkan bokongnya di ruang baca.
Nindia masih sibuk mencari beberapa buku anak-anak juga bacaan Shalat di rak buku paling pojok. Ya, kegiatannya selain kuliah adalah menjadi guru di salah satu Taman Kanak-kanak, kira-kira setengah tahun sudah ia mengajar di sana. Alasan awalnya sih karena ia butuh pemasukan untuk membayar kuliah juga membantu perekonomian keluarganya yang sedang menurun, tapi menurutnya menjadi seorang guru itu bukanlah hanya tentang penghasilan melainkan pengabdiannya sebagai seorang perempuan, calon ibu, yang suatu saat akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya nanti.
“Sudah Nin?” Wirda langsung bertanya ketika Nindia baru saja mendaratkan bokongnya di kursi sebelah.
Nindia hanya mengangguk, pandangannya beralih pada laki-laki berjaket hitam dengan menampakkan kaus putih yang tengah menatapnya. Ia menaikkan satu alisnya. “Apa kabar Nin?” tanya laki-laki itu.
.
.
.
Tbc
Comments
Post a Comment