[PODCAST] 2 Bincang-Bincang Versi Paragraf || Kenaikan kelas 3 SD || Ketika Jadi Anak Pindahan || COKELAT PANAS
Pernah baca cerita yang tokoh utama anak baru di sekolah atau tokoh utama jadi murid kelas yang saat itu kelasnya kedatangan anak baru? Pasti complicated banget! Biasanya bakal fokus sama kisah dua anak laki-laki dan perempuan yang tiba-tiba saling suka, biasanya bermula dari benci dulu, atau enggak segerombolan geng cewek yang nggak suka sama anak baru.
Seru sih, ngerasa nge-flashback ke jaman sekolah dulu tapi ternyata kisah cerita yang di novel-novel beda jauh dengan kehidupan nyata, nggak semuanya seru dan asyik. Kalian pernah nggak sih ada di posisi itu? Jadi anak pindahan atau jadi tuan rumah yang kedatangan murid baru di kelas?
Kalau aku dulu ada di point pertama nih, jadi tokoh utama anak baru di sekolah. Dulu, waktu kenaikan kelas 3 SD aku sekeluarga pindah rumah, pindah Kecamatan, Kabupaten, bahkan Kota. Kalau dibilang jauh yaaa perjalanan sekitar satu malam lebih beberapa jam.
Waktu itu aku pergi meninggalkan kota kelahiranku. Dengan usia yang belum mengerti apa itu pindah rumah, akan kemana dan bagaimana nanti, aku benar-benar enggak tahu kalau pindah rumah artinya pindah memori.
Dan setelah aku dewasa jadi anak pindahan itu nggak ada enaknya sama sekali, beda banget sama teenlite yang sudah aku baca ribuan judul. Jadi anak pindahan itu kalau nggak bisa menyesuaikan keadaan, kondisi, dan situasi bisa mengakibatkan trauma di masa dewasa nanti.
Memang enggak banyak, tapi ada dan aku mengalaminya. Aku ini tipe anak yang pendiam, pemalu, dan orang-orang terdekat bilang aku ini anaknya tidak pandai bergaul dengan dunia luar. Aku selalu berada pada zona nyaman yang aku singgahi. Sekali dua kali mendapatkan teman yang nyaman, nyambung, dan bisa menerima kurang lebihnya aku, pasti aku bisa bertahan dengan orang itu.
Masa lalu yang mengingatkanku pada tameng anak pindahan selalu menghantui. Kalau diingat kembali rasanya sangat mengerikan. Entah apa, entah kenapa. Bisakah kalian bayangkan jika kalian menjadi anak baru yang sama sekali tidak kenal satu pun orang di ruangan tersebut, dengan umur yang masih kecil aku berdiri di depan semua teman-teman baruku untuk memperkenalkan diri. Astaga, mengerikan membayangkannya.
Pengalaman mengerikan tersebut terbawa sampai aku dewasa. Rasa cemas, was-was, minder, tidak percaya diri, insecure, dan hal-hal yang membuatku tidak berani bersosialisasi. Aku tumbuh menjadi orang yang tidak berani menyampaikan pendapat, ide, dan masukan sehingga ketika aku dewasa aku selalu dicap sebagai anak yang tidak dibutuhkan jika aku salah satu anggota kelompok mereka. Entah hanya perasaanku saja yang selalu negatif thinking pada orang-orang di sekitarku sekalipun mereka teman sekelasku atau memang aku yang tidak pandai melakukan hal yang bisa mereka lakukan.
Aku tidak tahu dan tidak menjamin juga apakah kalau aku tidak pindah sekolah aku akan jadi anak yang berani bergaul dengan banyak orang atau ya memang beginilah aku dengan diri penyendiriku. Kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bisa saja terjadi sangat mengerikan jika dibayangkan kembali.
Jika aku kembali ke masa itu dan disuruh memilih antara pindah atau tidak aku tidak tahu. Hal yang akan kita lalui di depan tidak terlihat, begitu menyeramkan tapi selalu buat penasaran. Semua masa-masa itu sudah berlalu, walaupun sering muncul diingatan tapi aku selalu mensyukuri perjalanan hidup ini.
Walau diriku masih menjadi seseorang yang penyendiri tapi aku bersyukur bisa dipertemukan pada banyak orang setelahnya. Menemani, memberi semangat, mendengarkan curhatan, menjadi pembaca setia, dan bisa menjadi teman konyol kapanpun diri ini ingin meluapkan emosi. Aku belajar banyak tentang perjalanan panjang yang ku tempuh, belum panjang, masih ada lagi larik-larik kaset yang harus aku putar untuk melangkah maju.
Jadi diri sendiri dengan pribadi yang baik. Saling membantu dan mengasihi, sehingga kita dapat dikasihi pula pada Sang Pencipta. Terima kasih sudah membaca sedikit ceritaku~
.
Nikmati podcast paragraf setiap Sabtu dan Minggu. Selamat malam dan selamat berkumpul dengan keluarga.
Salam hangat,
COKELAT PANAS
06:44pm
Seru sih, ngerasa nge-flashback ke jaman sekolah dulu tapi ternyata kisah cerita yang di novel-novel beda jauh dengan kehidupan nyata, nggak semuanya seru dan asyik. Kalian pernah nggak sih ada di posisi itu? Jadi anak pindahan atau jadi tuan rumah yang kedatangan murid baru di kelas?
Kalau aku dulu ada di point pertama nih, jadi tokoh utama anak baru di sekolah. Dulu, waktu kenaikan kelas 3 SD aku sekeluarga pindah rumah, pindah Kecamatan, Kabupaten, bahkan Kota. Kalau dibilang jauh yaaa perjalanan sekitar satu malam lebih beberapa jam.
Waktu itu aku pergi meninggalkan kota kelahiranku. Dengan usia yang belum mengerti apa itu pindah rumah, akan kemana dan bagaimana nanti, aku benar-benar enggak tahu kalau pindah rumah artinya pindah memori.
Dan setelah aku dewasa jadi anak pindahan itu nggak ada enaknya sama sekali, beda banget sama teenlite yang sudah aku baca ribuan judul. Jadi anak pindahan itu kalau nggak bisa menyesuaikan keadaan, kondisi, dan situasi bisa mengakibatkan trauma di masa dewasa nanti.
Memang enggak banyak, tapi ada dan aku mengalaminya. Aku ini tipe anak yang pendiam, pemalu, dan orang-orang terdekat bilang aku ini anaknya tidak pandai bergaul dengan dunia luar. Aku selalu berada pada zona nyaman yang aku singgahi. Sekali dua kali mendapatkan teman yang nyaman, nyambung, dan bisa menerima kurang lebihnya aku, pasti aku bisa bertahan dengan orang itu.
Masa lalu yang mengingatkanku pada tameng anak pindahan selalu menghantui. Kalau diingat kembali rasanya sangat mengerikan. Entah apa, entah kenapa. Bisakah kalian bayangkan jika kalian menjadi anak baru yang sama sekali tidak kenal satu pun orang di ruangan tersebut, dengan umur yang masih kecil aku berdiri di depan semua teman-teman baruku untuk memperkenalkan diri. Astaga, mengerikan membayangkannya.
Pengalaman mengerikan tersebut terbawa sampai aku dewasa. Rasa cemas, was-was, minder, tidak percaya diri, insecure, dan hal-hal yang membuatku tidak berani bersosialisasi. Aku tumbuh menjadi orang yang tidak berani menyampaikan pendapat, ide, dan masukan sehingga ketika aku dewasa aku selalu dicap sebagai anak yang tidak dibutuhkan jika aku salah satu anggota kelompok mereka. Entah hanya perasaanku saja yang selalu negatif thinking pada orang-orang di sekitarku sekalipun mereka teman sekelasku atau memang aku yang tidak pandai melakukan hal yang bisa mereka lakukan.
Aku tidak tahu dan tidak menjamin juga apakah kalau aku tidak pindah sekolah aku akan jadi anak yang berani bergaul dengan banyak orang atau ya memang beginilah aku dengan diri penyendiriku. Kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bisa saja terjadi sangat mengerikan jika dibayangkan kembali.
Jika aku kembali ke masa itu dan disuruh memilih antara pindah atau tidak aku tidak tahu. Hal yang akan kita lalui di depan tidak terlihat, begitu menyeramkan tapi selalu buat penasaran. Semua masa-masa itu sudah berlalu, walaupun sering muncul diingatan tapi aku selalu mensyukuri perjalanan hidup ini.
Walau diriku masih menjadi seseorang yang penyendiri tapi aku bersyukur bisa dipertemukan pada banyak orang setelahnya. Menemani, memberi semangat, mendengarkan curhatan, menjadi pembaca setia, dan bisa menjadi teman konyol kapanpun diri ini ingin meluapkan emosi. Aku belajar banyak tentang perjalanan panjang yang ku tempuh, belum panjang, masih ada lagi larik-larik kaset yang harus aku putar untuk melangkah maju.
Jadi diri sendiri dengan pribadi yang baik. Saling membantu dan mengasihi, sehingga kita dapat dikasihi pula pada Sang Pencipta. Terima kasih sudah membaca sedikit ceritaku~
.
Nikmati podcast paragraf setiap Sabtu dan Minggu. Selamat malam dan selamat berkumpul dengan keluarga.
Salam hangat,
COKELAT PANAS
06:44pm
Comments
Post a Comment