Kenangan yang masih melekat diingatan biasanya hal-hal menggerikan yang pernah dialami di masa lalu. Ingat ketika aku duduk di bangku Sekolah Dasar, ketika aku yang notabennya anak baru.
Aku ceritakan sedikit, sejujurnya kisah anak sekolahku tidak semenarik banyak orang tapi mungkin tokoh aku akan menarik di cerita orang lain. Aku si anak SD kala itu bisa dibilang benar-benar anak yang pemalu, pendiam. Kalau pun dipikir kembali anak SD biasanya cenderung dengan main-main, tidak kenal gengsi, ego yang sering dilakukan orang dewasa hingga membuat insecure.
Kalau tidak salah dulu ketika duduk di bangku kelas lima. Usia yang mungkin sudah menginjak remaja, usia di mana pencapaian nilai menjadi hal penting bagi mereka, tapi waktu itu aku tidak memikirkan itu. Dulu ingat sekali sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku ditemani air mata yang menetes, hoho memalukan sekali.
Aku menangis sepanjang jalan, waktu itu sekolahku dekat rumah, 15 menit jalan kaki. Iya, dulu SD aku jalan kaki. Aku menangis karena ingat kejadian di sekolah hari itu, ketika aku dibentak, diteriaki, dan dimarahi oleh teman sekelas.
Dia laki-laki, aku lupa caranya membentakku seperti apa tapi aku ingat kenapa ia membentak anak polos sepertiku. Waktu itu aku tidak sengaja menjatuhkan tas ranselnya ke lantai, benar-benar deh aku melakukan itu tanpa sengaja, ya sewajarnya aku menjatuhkan pena yang sedang kupakai untuk menulis, sewajarnya aku menjatuhkan barang orang lain di depan pemiliknya. Mungkin kalau aku melakukan hal itu ketika dewasa sepertinya yang punya akan tertawa, begitupun denganku.
Tapi saat itu berbeda, anak kelas lima SD yang arogan itu memarahiku. Aku masih ingat wajahnya juga namanya, bagaimana mungkin aku bisa lupa. Mungkin ia laki-laki asing pertama yang membuatku menangis, wkwk memalukan. Sepanjang perjalanan pulang aku menangis sambil sesekali berbicara sendiri "aku tadi nggak sengaja." "Sungguhan nggak sengaja." Kira-kira seperti itu.
Dan percaya tidak, sepuluh tahun sudah berlalu dan tragedi itu masih melekat jelas diingatan. Dan hal yang paling membuatku heran adalah beberapa bulan lalu aku bertemu dengannya, di salah satu minimarket. Aku yakin betul itu ia, dirinya sudah dewasa sekali kulihat. Kulitnya yang masih gelap sawo matang dengan wajah panjangnya yang tegas tapi saat bertemu dirinya lebih gemuk dari dulu ketika SD, rambut hitamnya sudah jabrik ke atas.
Kita saling berhadapan, aku tidak perlu menjelaskan kenapa aku bisa berhadapan dengannya hehe. Cuman sebentar, dan jujur aku sama sekali tidak berani menatap wajahnya. Bukan, bukan aku salah tingkah atau apa, justru perasaan tak sukalah yang muncul. Ingatan sepuluh tahun itu datang, dan ya rasa benciku pun kembali datang. Dasar ya perempuan, kalau sudah disakiti laki-laki ia tidak akan melupakan.
Tapi semua itu sudah berlalu. Aku harap aku tidak akan bertemu dengan sosoknya lagi karena bisa-bisa kutendang tubuhnya tersungkur ke belakang wkwk jahat sekali. Nggak, nggak.. bercanda.
.
Nikmati podcast paragraf setiap Sabtu dan Minggu. Selamat siang dan selamat beraktivitas.
Salam dari anak perempuan yang pernah kau tindas, xoxo
COKELAT PANAS
01:25pm
Aku ceritakan sedikit, sejujurnya kisah anak sekolahku tidak semenarik banyak orang tapi mungkin tokoh aku akan menarik di cerita orang lain. Aku si anak SD kala itu bisa dibilang benar-benar anak yang pemalu, pendiam. Kalau pun dipikir kembali anak SD biasanya cenderung dengan main-main, tidak kenal gengsi, ego yang sering dilakukan orang dewasa hingga membuat insecure.
Kalau tidak salah dulu ketika duduk di bangku kelas lima. Usia yang mungkin sudah menginjak remaja, usia di mana pencapaian nilai menjadi hal penting bagi mereka, tapi waktu itu aku tidak memikirkan itu. Dulu ingat sekali sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku ditemani air mata yang menetes, hoho memalukan sekali.
Aku menangis sepanjang jalan, waktu itu sekolahku dekat rumah, 15 menit jalan kaki. Iya, dulu SD aku jalan kaki. Aku menangis karena ingat kejadian di sekolah hari itu, ketika aku dibentak, diteriaki, dan dimarahi oleh teman sekelas.
Dia laki-laki, aku lupa caranya membentakku seperti apa tapi aku ingat kenapa ia membentak anak polos sepertiku. Waktu itu aku tidak sengaja menjatuhkan tas ranselnya ke lantai, benar-benar deh aku melakukan itu tanpa sengaja, ya sewajarnya aku menjatuhkan pena yang sedang kupakai untuk menulis, sewajarnya aku menjatuhkan barang orang lain di depan pemiliknya. Mungkin kalau aku melakukan hal itu ketika dewasa sepertinya yang punya akan tertawa, begitupun denganku.
Tapi saat itu berbeda, anak kelas lima SD yang arogan itu memarahiku. Aku masih ingat wajahnya juga namanya, bagaimana mungkin aku bisa lupa. Mungkin ia laki-laki asing pertama yang membuatku menangis, wkwk memalukan. Sepanjang perjalanan pulang aku menangis sambil sesekali berbicara sendiri "aku tadi nggak sengaja." "Sungguhan nggak sengaja." Kira-kira seperti itu.
Dan percaya tidak, sepuluh tahun sudah berlalu dan tragedi itu masih melekat jelas diingatan. Dan hal yang paling membuatku heran adalah beberapa bulan lalu aku bertemu dengannya, di salah satu minimarket. Aku yakin betul itu ia, dirinya sudah dewasa sekali kulihat. Kulitnya yang masih gelap sawo matang dengan wajah panjangnya yang tegas tapi saat bertemu dirinya lebih gemuk dari dulu ketika SD, rambut hitamnya sudah jabrik ke atas.
Kita saling berhadapan, aku tidak perlu menjelaskan kenapa aku bisa berhadapan dengannya hehe. Cuman sebentar, dan jujur aku sama sekali tidak berani menatap wajahnya. Bukan, bukan aku salah tingkah atau apa, justru perasaan tak sukalah yang muncul. Ingatan sepuluh tahun itu datang, dan ya rasa benciku pun kembali datang. Dasar ya perempuan, kalau sudah disakiti laki-laki ia tidak akan melupakan.
Tapi semua itu sudah berlalu. Aku harap aku tidak akan bertemu dengan sosoknya lagi karena bisa-bisa kutendang tubuhnya tersungkur ke belakang wkwk jahat sekali. Nggak, nggak.. bercanda.
.
Nikmati podcast paragraf setiap Sabtu dan Minggu. Selamat siang dan selamat beraktivitas.
Salam dari anak perempuan yang pernah kau tindas, xoxo
COKELAT PANAS
01:25pm
Comments
Post a Comment